Menyusuri Jejak Rantemario: Dari Naskah ke Layar Lebar

 



Dari Novel menjadi Film

Sejak 2018, gagasan Rantemario sudah bersemi. Naskahnya, yang awalnya hanyalah coretan penuh imajinasi, berapa kali perombakan dan pada akhirnya diputuskan untuk menjadi sebuah novel cerita fiksi. Tahun 2019, sebuah lembaga pemerhati lingkungan binaan Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan hidup yakni WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) bersedia meluncurkan novel Rantemario ke publik dan memberi napas awal bagi cerita yang ingin mengangkat jiwa alam Sulawesi. Dari lembar demi lembar itu, dunia Rantemario mulai menampakkan wujudnya—sebuah petualangan jiwa yang menembus batas kata-kata.


Baca : Proses peluncuran novel Rantemario

6 tahun berselang, naskah Rantemario berhasil menarik perhatian lembaga HIKMA, Himpunan Keluarga Masyarakat Massenreng Pulu, yang menaruh minat pada proyek ini menjadi film layar lebar. Lembaga komunitas yang memiliki jejaring di 20 provinsi Indonesia itu melihat Rantemario bukan sekadar film, tapi representasi budaya dan alam Sulawesi, yang layak diperkenalkan ke panggung yang lebih luas. Proyek Rantemario pun dimasukkan sebagai salah satu program utama Hikma sekaligus bentuk kontribusinya mendukung pengembangan industri kreatif nasional.


Casting & Kru: Energi Ribuan Orang

Bulan April 2024, casting pun digelar. Artis - artis pendatang baru harus segera direkrut. Ditengah gemerlap hotel Claro Makassar, 450 peserta hadir datang dari berbagai daerah di Indonesia, masing-masing membawa harapan dan energi muda mereka. Dari situ, ratusan orang dipilih sebagai bagian dari kru dan artis, menyusun fondasi sebuah produksi yang tidak hanya besar, tetapi ambisius. Mereka bukan sekadar pelakon, tetapi penjaga narasi, pembawa cerita yang membawa misi dan pesan dalam film Rantemario.

Baca : Peserta casting film rantemario membludak



Empat Lokasi, Satu Cerita

Empat wilayah dipilih sebagai panggung cerita: Gowa, Maros, kota Makassar, dan Enrekang. Setiap sudut membawa potensi pariwisata dan lanskap alam yang belum banyak tersentuh layar lebar. Film Rantemario bukan sekadar film petualangan, tetapi juga mempertegas peta budaya dan alam Sulawesi yang ditata dalam atmosfir tradisi masyarakatnya.

Kendati mengangkat potensi alam pariwisatanya, film rantemario tidak serta merta memvisualkan keindahan alam dari masing-masing daerah tersebut, namun lebih fokus mengangkat isu lingkungannya. 


Pendakian Gunung Rantemario

Aktifitas produksi yang membuat film Rantemario berbeda dari film bergenre petualangan pada umumnya adalah seluruh adegan petualangan direkam di lokasi nyata. Tidak ada rekayasan green screen yang menipu mata. Ratusan kru dan artis bahkan dibawa mendaki puncak Rantemario di gunung Latimojong, gunung tertinggi di daratan Sulawesi yang masuk daftar 7 puncak tertinggi di Indonesia (seven summit). Semua pendukung film harus menghadapi tantangan fisik yang tak ringan, serta cuaca ekstrem pancaroba. Sangat beresiko apalagi bagi kru dan artis pendukung yang bukan pegiat pendaki.

Setiap malam saat rehat bekerja, kami kerap berkumpul ibarat sekumpulan petualang tangguh yang sedang menikmati kehangatan api unggun. Benak kami pada momen itu selalu dipenuhi doa, agar setiap langkah kita diberi kekuatan dan tetap terjaga dalam niat yang baik. Setiap malam pula kami tertidur dalam dekapan suhu dibawah 10 derajat sembari berpikir, "besok kita harus bagaimana?"

Hari-hari saat bekerja di lokasi pendakian itu seolah sangat panjang dan melelahkan. Namun dalam luapan keringat dan napas yang memburu, semua tim kerja telah bersepakat dengan dirinya untuk mencapai target. Kami menikmati momen yang "tak biasa" itu karena bertekad bahwa film ini memang harus lahir dari kerja keras, keberanian, dan cinta terhadap alam.




Pengakuan Internasional

Setelah melalui proses Post Production selama 2 bulan, perjalanan Rantemario pun dimulai. Ia melanglang buana ke seluruh dunia. Festival film internasional di Eropa, Amerika, Balkan, Timur Tengah, hingga Asia telah menatap karya ini, dan memberi pengakuan atas kualitas dan keunikannya.

Executive Producer film Rantemario, Andi Rukman Nurdin ditengah launching promosi film Rantemario di Makassar

Film Rantemario turut mengikuti sejumlah festival film internasional di Eropa, termasuk Inggris dan Jerman, sebagai bagian dari agenda promosi dan apresiasi karya.



Kini, film Rantemario didukung penuh oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan menunggu jadwal tayang di bioskop nasional, siap membawa penonton menyusuri puncak, lembah, dan kisah yang tersulam di antara jejak kaki para pendaki dan karakter-karakter yang hidup.

Rantemario adalah bukti bahwa di antara gunung-gunung Sulawesi dan semesta kata-kata yang dimulai dari naskah, lahirlah petualangan yang nyata, bukan sekadar imajinasi layar hijau, tetapi sebuah bentuk kehidupan menyatukan diri dengan alam bagi mereka yang terlibat dengan hati dan jiwanya.

Post a Comment

0 Comments