Rumah Adat Mamasa dan Toraja: Serupa tapi tak Sama


Mamasa merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Barat yang merupakan wilayah pegunungan dengan berbagai pesona budaya dan alamnya yang unik. Kota kabupaten ini terletak di kota Mamasa berjarak 340 Km sebelah utara dari Kota Makassar atau 290 Km sebelah tenggara Kota Mamuju sebagai Ibu Kota Propinsi Sulawesi Barat. Sepanjang wilayah bagian timurnya berbatasan dengan Tana Toraja.

Di kabupaten Mamasa, nilai-nilai adat dan tradisi masih sangat kuat dan lestari dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Sepintas, tata cara dalam adat tradisi Mamasa nyaris mirip dengan adat Toraja karena sama-sama menganut paham yang disebut Aluk Todolo (Ajaran Nenek Moyang) yang animisme. Kendati memiliki persamaan budaya, eksistensi Mamasa sangat jauh jika dibandingkan dengan popularitas Tana Toraja yang sudah mendunia. Bahkan sebagian orang berpendapat bahwa tradisi Mamasa (yang diketahui) adalah replika Tana Toraja dan cenderung dimirip-miripkan. Padahal realitanya tidak seperti itu, Mamasa punya karakter tradisinya sendiri yang jika diketahui dengan baik, jelas memiliki ciri khas yang pada dasarnya berbeda dengan Tana Toraja.

Salah satu budaya yang kemiripannya sangat menonjol adalah konstruksi rumah adatnya. Pada umumnya bentuk rumah adat Mamasa memiliki persamaan dengan rumah (Tongkonan) di Kabupaten Tana Toraja dari segi bentuk, syarat dan latar belakang sejarah pendiriannya. Hal ini sangat memungkinkan karena menurut hasil kajian sejarah bahwa keduanya berasal dari satu rumpun nenek moyang. Rumah adat tertua yang tersebar di Tana Toraja, utamanya di wilayah tua Sangalla, pada umumnya memiliki bentuk natural mirip dengan rumah adat pada umumnya yang ada di Mamasa. Konstruksi rumah adat Toraja saat ini dinilai sudah mengalami pergeseran bentuk terutama pada bentuk atapnya yang dibuat lebih tinggi meruncing keatas.

Seiring perkembangan jaman, terjadi perbedaan-perbedaan yang spesifik dari corak, ragam dan hias dari masing-masing rumah adatnya. Perbedaan yang paling menonjol yaitu Rumah Adat Mamasa menggunakan bahan baku yang dominan material kayu, sedang di Toraja, beberapa bagian konstruksinya menggunakan bambu khususnya rumah adat yang dibuat saat ini.


Di Toraja, rumah adatnya disebut Tongkonan, sedang di Mamasa disebut Banua. Hiasan pelengkap utamanya juga sangat berbeda. Di Toraja setiap tiang terdapat patung kerbau yang melambangkan kemakmuran dan kekayaan. Sedangkan tiang utama rumah adat Mamasa tidak menjadikan patung kerbau sebagai simbol utama, tapi menggunakan patung kuda sebagai lambang keperkasaan. Hiasan patung kuda biasanya ditemukan pada jenis rumah Banua Bolong. 

Terdapat pula jenis rumah adat Mamasa yang memasang hiasan berupa tengkorak rahang Anjing yang dipasang berjejer sepanjang tingkap atap dan hiasan tanduk kerbau ditiang rumah. Sedang rumah adat Toraja, yang terpasang hanya tanduk kerbau saja.

Berbeda dengan rumah adat Toraja yang perbedaan bentuknya lebih berdasarkan pada fungsi dan wilayah. Jenis tingkatan rumah adat Mamasa lebih sederhana spesifikasinya. Modelnya terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan kasta pemiliknya, antara lain :

1. Banua Layuk 
Konstruksi rumah jenis ini berukuran besar dengan atap yang tinggi. Dindingnya sarat dengan ukiran. Rumah ini hanya boleh dimiliki oleh pemangku adat atau pemimpin dalam masyarakat. Kata banua berarti rumah dan layuk berarti tinggi, sehingga banua layuk berarti rumah tinggi, baik bentuknya maupun status penghuninya yang merupakan bangsawan atau penguasa. Rumah ini memiliki empat sampai lima kamar utama, kadang-kadang ada ruangan santai di depan rumah, dan dilengkapi dengan sejulah lumbung padi (alang pare) yang berada di depan dan di samping rumah. Khusus rumah semacam ini, ada pula kamar rahasia (tambing buni) yang hanya dihunioleh suami istri dan anak yang masih kecil dari penguasa hadat dan juga sering digunakan untuk melakukan pembicaraan rahasia empat mata kedua pemimpin yang sedang berunding.

2. Banua Sura’
Jenis rumah Mamasa yang dilengkapi dengan ukiran, tetapi tidak setinggi banua layuk. Kata sura’ berarti ukir. Rumah ini dihuni oleh bangsawan, baik pemimpin atau penguasa hadat maupun bangsawan tinggi lainnya dan memiliki empat kamar atau lebih, dilengkapi dengan ruang santai di depan rumah serta memiliki lumbung padi.

3. Banua Bolong 
Rumah adat yang warnanya domnan hitam. Kata bolong berarti hitam. Rumah ini dihuni oleh orang pemberani (ksatria) dan sangat berpengaruh dalam masyarakat. Rumah ini memiliki empat kamar atau lebih. Terdapat serambi depan rumah dan dilengkapi lumbung padi.

4. Banua Rapa’ 
Jenis rumah Mamasa dengan warna natural (tidak diukir dan tidak berwarna). Jenis rumah ini dimiliki oleh masyarakat biasa yang dilengkapi dengan penyimpan padi yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat (talukun).

5. Banua Longkarrin 
Jenis rumah adat Mamasa dimana konstruksi tiang paling bawahnya bersentuhan dengan tanah yang hanya dialasi kayu (longkarrin). Rumah ini dimiliki oleh masyarakat biasa.


Referensi : 
BPCB Makassar

Post a Comment

0 Comments