Terjebak di Kopi Pangku


Pulang dari Luwu Utara, jam 3 subuh tiba di Parepare, saya dengan teman sepakat untuk lanjut ke Makassar. Mumpung mesin motor masih panas.

Pertengahan jalan poros antara Barru dan Pangkep, laju motorku melambat. Jam 3.30 rasanya sudah tidak kondusif. Udara dingin bikin saya tidak bisa lawan rasa kantuk. Temanku juga ogah gantian bawa motor lantaran hawa dingin subuh makin sulit dibendung. Kami pun sepakat cari tempat singgah buat istirahat.

Sepanjang jalan, mencari tempat singgah, akhirnya ada warung kecil yang pintunya masih terbuka. Kelihatannya sisa itu satu-satunya warung yang nekat terima tamu di pagi buta. Rasa kantuk berat ditambah hawa dingin yang makin menusuk, menjadikan warung kecil itu ibarat oase. Pikiranku saat itu hanya kopi hangat dan bale bale buat rebahan. Hal lainnya masa bodoh.

Setelah parkir motor, saya menyusul teman masuk kedalam warung. Disudut warung, tampak pemiliknya tidur lelap dibawah selimut. Interior warung itu sederhana sekali. Meja dan bangkunya dari kayu. Sekat dinding dipenuhi berbagai jenis minuman instan saset. Ada dipan berkasur tipis disudut bagian belakang. Sementara temanku sibuk membangunkan pemiliknya, saya langsung rebah meluruskan badan. Rasanya lega bukan main.

Ketika pemilik warung itu bangun. Saya langsung kaget. Ternyata gadis. Usianya kira-kira sepantaran 20-25 tahun. Yang bikin saya kaget, dandanan gadis itu make up-nya tebal. Wajahnya tampak putih dengan gincu bibir yang merah menyala. Make up tebal dengan mimik blo'on yang menahan kantuk, membuat tampilan gadis itu jadi seperti kuntilanak.

Sementara saya masih terperangah, antara ngeri dan lucu, temanku memesan kopi sambil menahan ketawanya. Disitu saya baru sadar, ini dia warung yg selama ini dikenal dengan nama "Kopi Pangku". Fenomena bisnis warung "orang kecil" dimana hal tabu dan kebutuhan ekonomi bersekat sangat tipis. Kopi Pangku artinya pesan kopi dulu baru anda bisa pangku cewek. Selanjutnya terserah anda.

Saya sudah lama tahu, jalur trans-Sulawesi sepanjang kabupaten Barru hingga Pangkep dimana warung jenis inilah yg kerap menjadi daerah persinggahan para lelaki hidung belang, khususnya sopir truk buat hiburan syahwatnya. Tidak heran, jika dari tahun ke tahun, warung Kopi Pangku itu terus menjamur, bahkan semakin luas. Seolah pertumbuhannya sejalan dgn semakin banyaknya jumlah armada truk lintas daerah.

Hampir di setiap kecamatan yang berada di jalur trans-Sulawesi sepanjang Barru dan Pangkep terdapat lokalisasi warung Kopi Pangku seperti di Kecamatan Mallusetasi dan Tanete Riaja. Tercatat ada lebih 60 warung dan kafe yang terindikasi melakukan praktik seks komersial terselubung. Namun herannya, keberadaan Kopi Pangku seolah tidak mengganggu kehidupan sosial masyarakat sekitar. Tidak terusik aturan. Bahkan tetap eksis dan malah menjadi sesuatu yang normal. Buktinya, saya bisa nyasar kesini tanpa pikiran macam-macam.

Belum habis pikir, saya bisa berada di warung "fenomenal" ini, dua gelas besar kopi hitam disajikan oleh si mbak kuntilanak. Bibirnya yg merah menyala itu mencuap-cuap manyun ketika mempersilahkan saya mencicipi kopi buatannya. Saya cuma mengangguk berharap pagi cepat datang, sementara temanku sudah ngorok sedari tadi.

Post a Comment

0 Comments