TENUN RONGKONG: KEBUDAYAAN TENUN TERTUA YANG NYARIS PUNAH


Di Luwu Utara khususnya Dusun Salurante Desa Rinding Allo Kecamatan Rongkong, menenun masih menjadi salah satu cara merawat tradisi leluhurnya. Motif tenunnya khas dan abstrak, sarat makna persaudaraan. Pertama kali saya lihat, rasa rasanya mirip kebudayaan Indian di Amerika dan suku Dayak Asia Tenggara. Tenun Rongkong merupakan identitas kejayaan peradaban Luwu di masa lampau.

Siti Nurma, salah satu dari sedikit penenun tradisional Rongkong, mengakui bahwa tradisi tenun Rongkong sudah nyaris punah ditempat asalnya. Generasinya sudah habis. 3 tahun terakhir, Siti Nurma memutuskan melakukan pengabdian diri untuk kembali mengangkat tradisi leluhurnya ini yang selama 18 tahun sudah dilupakan masyarakatnya.


Seperti tradisi tenun yang ada di Seko dan Kalumpang, Sulawesi Barat, tenun Rongkong merupakan salah satu kebudayaan tertua di nusantara. Tidak seperti tradisi batik Jawa yang saat ini populer dengan cara menggambar motif diatas kain (batik), motif kain Rongkong dibentuk dari tehnik keterampilan ikat dan menganyam benang. Jenis motifnya dikenal dengan nama Sekong-Sirendeng-Sipomandi. Benangnya menggunakan bahan-bahan alami sebagai pewarna seperti mengkudu, kemiri, bawang merah, dan jahe.


Pewarnaan untuk kain ini menggunakan teknik fermentasi rempah-rempah yang diperoleh dari hutan di wilayah adat mereka. Tenun Rongkong mempunyai 6 motif dasar, yaitu Ulu Karua, Sekong Sirenden Sipomandi, Lampa lampa, Rudun Lolo, Pori Situtu dan Pori Lonjong.

Sebenarnya sejarah teknik tenun ikat berasal dari Timur Jauh sekitar 3000 tahun SM. Selain di Indonesia, teknik ini banyak digunakan di India, Cina, Jepang (Shibori), Amerika (Indian), dan Afrika.

Post a Comment

0 Comments