Merambah Hutan Alami, Komunitas Jeep dan Motor Trail Butuh Regulasi Khusus


SULAWESI DIARI. Aktivitas petualangan dengan mobil jelajah dan motor trail saat ini sedang marak hampir di seluruh daerah di Indonesia. Dalam tiga tahun belakangan, eksistensi para petualang yang disebut "Off Roader" ini meningkat pesat. Ribuan komunitas penggeber mesin ini bermunculan dari berbagai daerah. Sepintas tampak positif karena banyak wilayah terpencil dalam hutan rimba yang kini tereksplorasi dan terbuka dari hasil kegiatannya.

Seiring makin menterengnya desain otomotif adventure, peminatnya pun semakin membludak. Saking banyaknya komunitas mereka, sudah tak terhitung jumlah turnamen yang digelar untuk memuaskan dahaga "narsis" para pelakunya. Belum lagi aktifitas lepas yang beraktifitas tanpa jadwal reguler. Kawasan hutan dan pegunungan seolah tak satu pun luput di jelajahi. Alhasil suasana hutan alami yang dulunya sepi dan damai, kini terusik setiap waktu dengan ratusan suara mesin kendaraan yang meraung-raung.

Menjamurnya peminat petualang "urban" tersebut belakangan ini khususnya pengendara motor trail ibarat dua sisi mata uang.  Sisi satunya, keberadaan mereka terbukti mampu membuka akses wilayah yang terisolir dan sulit dijangkau. Namun di sisi lain berpotensi merusak habitat atau ekosistem alami dalam kawasan hutan. 

Dari penelusuran penulis, umumnya dalam komunitas Off Roader punya aturan-aturan yang disepakati tentang etika menjaga lingkungan alam dan aspek sosial dan budaya. Namun apakah ada sanksi khusus jika aturan "tak tertulis" itu dilanggar? Apalagi diketahui jika sebagian besar dari para penjelajah bermesin itu tidak memiliki dasar pengetahuan dan etika yang biasanya dipegang oleh aktifis alam bebas. Boleh dibilang, sebagian dari mereka baru mengenal alam ketika menjajal mesin mobil atau motornya dalam kawasan hutan.

Ketika puluhan bahkan ratusan pengendara mobil atau motor jelajah itu ramai-ramai menggeber mesinnya masuk ke dalam hutan, efeknya sangat berpotensi
mengacaukan aspek sosial dan dinamika konservasi alam. Warga desa yang tinggal dalam kawasan hutan sejak dulu sudah mengeluhkan aktifitas ini. Menurut mereka, kegiatan off-road dan motocross dalam kawasan hutan menyebabkan kerusakan jalan produksi pedesaan terutama jalur-jalur perkebunan mereka. Raungan suara mesin motor trail ataupun mobil jeep juga sangat mengganggu ketenangan satwa liar.





Belum usai berbagai masalah sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari kalangan komunitas "Backpacker", komunitas Off Roader ini malah ikut muncul menambah kekisruhan. 

Belum ada regulasi pemerintah yang mengatur hal-hal penertiban apalagi menyangkut aktivitas rutin komunitas Off Road dan Motocross dalam kawasan hutan. Namun berdasarkan UU Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan disebutkan bahwa setiap orang dilarang merusak sarana dan prasarana perlindungan hutan. Pelanggarnya diancam pidana penjara paling singkat satu tahun, atau denda paling sedikit Rp 200 juta.

Di kutip dalam sebuah artikel media nasional, saat ini di Jawa Timur dan Jawa Tengah, aktivitas penjelajahan Off Road dan Motocross dalam kawasan hutan sudah mulai dibatasi. Larangan tersebut memang bermula dari pola tingkah para rider trail yang bersikap liar dan kerap tidak mengundang rasa simpati dari masyarakat. Ada pula rider yang bersikap bodoh dan mengabaikan aspek alam. Menyikapi larangan tersebut, beberapa komunitas berusaha melakukan evaluasi untuk merubah sikap dan perilaku komunitas.

Namun melarang total aktivitas komunitas petualang ini juga dianggap sebuah kesalahan. Perilaku buruk pengendara trail tidak bisa disamaratakan. Sebab banyak komunitas yang bersikap tertib menyangkut pelestarian alam. Peranannya tidak bisa lepas sebagai pembuka akses dan mempromosikan potensi sebuah kawasan khususnya pariwisata daerah.

Dari pengamatan penulis, regulasi yang ketat untuk aktivitas Off Road dan Motocross dalam kawasan hutan memang diperlukan. Bisa dibayangkan betapa porak porandanya kondisi alam jika kawasannya terus menerus dirambah ratusan mobil Jeep dan motor trail. Kerusakan kontur alaminya bisa mencapai puluhan kilometer. Bagaimana jika dilakukan secara rutin dan berulang-ulang? Hanya untuk kesenangan segelintir orang, daya rusaknya berdampak kepada alam dan mengganggu penghidupan warga sekitar hutan.

Perlu dilakukan sistem Zonasi dan pembatasan jumlah peserta. Tidak perlu membuat jalur baru selain  yang sudah ditetapkan kecuali untuk kebutuhan survey (berizin). Selain itu, diterapkan pula sistem penetapan waktu kegiatan agar kawasan hutan yang sudah dirambah mobil atau motor itu setidaknya punya waktu untuk merehabilitasi diri secara alami.

Penetapan aturan standar itu diharapkan bisa dibuat dalam undang-undang khusus oleh instansi terkait seperti BKSDA, Dinas Kehutanan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Peraturan itu kemudian disosialisasikan kepada semua komunitas penggiat Off Road dan Motocross se-Indonesia agar disepakati demi menjaga pelestarian hutan. Selain itu bisa meminimalisir terjadinya masalah-masalah sosial khususnya untuk warga yang hidup dalam kawasan hutan.


BUMI ADALAH KITA.

Post a Comment

0 Comments