Penggalian Situs Cagar Budaya Terhambat Oknum Klaim Tanah


Satu-satunya kawasan wisata alam kota Makassar adalah desa Lakkang yang dikenal dengan wisata sungai dan berbagai habitatnya yang masih alami. Selain wisata alamnya yang eksotik, desa Lakkang juga menyimpan sejarah perjuangan Makassar dengan adanya situs-situs berupa bungker peninggalan Jepang. Tedapat 7 bunker yang tertimbun tanah dan selama ini hanya 2 bunker saja yang terselamatkan. Peninggalan bunker bersejarah inilah menjadi salah satu potensi wisata kota Makassar yang harus dikelola dengan baik.
Untuk memaksimalkan potensi wisata sejarah desa Lakkang, pada tanggal 14 Agustus 2016, desa Lakkang dikunjungi oleh Tim Balai Purbakala dan Cagar Budaya Provinsi Sulsel untuk meneliti aset Bungker peninggalan Jepang dalam upaya menjaga dan melestarikan buah sejarah yang berharga tersebut. Keputusan revitalisasi pun disepakati bersama warga desa Lakkang.



5 bunker peninggalan jepang diperkirakan akhirnya mulai digali kembali dimana kondisinya sudah tertimbun sekitar 50 tahun lamanya. Warga desa Lakkang antusias ikut merealisasikan revitalisasi dan ikut bekerjasama dengan pemerintah. Penggalian juga dilakukan oleh personel Koramil Tallo dan Lantamal VI atas inisiatif Lingkar Penulis Pariwisata (LPP) dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Makassar.

Lurah Lakkang, dalam salah satu bunker yang sudah di gali

Dalam proses penggalian situs bunker, persoalan pun muncul ketika tiba-tiba muncul 2 orang warga desa yang mengaku memiliki sertifikat tanah dimana terdapat salah satu bunker yang akan digali.
Dari keterangan lurah desa lakkang, Zuud Arman, warga desa Lakkang atas nama Salam dan Muh. Saleh bersikeras menghentikan proses penggalian yang dikerjakan oleh warga, bahkan keduanya nekad memasang pagar pembatas disekitar kawasan bunker. Lahan bunker yang dipagari oleh kedua warga tersebut atas nama milik almarhum Dg. sumang dan surat kepemilikan di pegang oleh Haris Gassing yang juga merupakan warga desa Lakkang.
Lurah desa Lakkang, Zuud Arman menyayangkan timbulnya masalah tersebut karena sebelum dilakukan penggalian, lokasi bunker sudah didaftar sebagai cagar budaya yang resmi oleh balai Cagar Budaya. Zuud Arman kemudian meminta Salam dan Muh. Saleh untuk memperlihatkan surat kepemilikan tanah agar bisa diselesaikan dengan baik, namun panggilan keluarahn tidak direspon oleh keduanya.

Lahan situs Bunker yang sudah di klaim oleh sala satu warga desa
Zuud Arman juga sudah memberikan laporan ke Dinas Pariwisata kota Makassar mengenai masalah tersebut namun kemudian malah dilimpahkan ke Dinas Pendidikan. Ia bingung karena tidak ada kejelasan mengenai status cagar budaya yang seyogyanya harus dikelola sepenuhnya oleh pemerintah setempat. Menurut Zuud Arman, lahan situs yang diklaim oknum tersebut adalah salah satu bunker yang cukup penting karena berukuran besar dan diperkirakan sebagai bunker utama dari ke-7 bunker yang ada. Kasus klaim kepemilikan lahan situs pemerintah ini masih belum ada kepastian.
Tindakan oknum yang mengklaim lahan situs bunker di Lakkang jelas melanggar undang-undang pelestarian cagar budaya pada Pasal 64 UU No. 11/2010 tentang Pengamanan Cagar Budaya dan UU No. 5 tahun 1992.
Menurut UU no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Tindakan oknum yang mengaku memiliki lahan dimana terdapat situs cagar budaya bunker peninggalan Jepang di desa Lakkang itu merupakan tindakan bentuk penguasaan paksa aset negara yang harus diselesaikan melalui hukum.
Foto : Zuud Arman

Post a Comment

0 Comments