Kuda dalam Tradisi Masyarakat Jeneponto


Sumbawa mungkin boleh dikenal di Indonesia sebagai salah satu daerah yang identik dengan kuda. Budayanya yang khas dengan kehidupan ekonomi dan historis masyarakatnya memang dikenal berkaitan erat dengan hewan itu.
Di Sulawesi Selatan, kabupaten Jeneponto dikenal memiliki kebudayaan historis yang juga dekat dengan kuda. Saking populernya kehidupan masyarakat Jeneponto dengan hewan itu, maka daerah khas suku makassar yang dijuluki “Bumi Turatea” ini pun familiar dengan julukan kota “KUDA”.
Jeneponto jika dalam peta, berada di ujung bawah pulau Sulawesi dengan waktu tempuh dari kota Makassar kurang lebih 2 jam perjalanan berjarak 95 km. Perjalanan menuju ke kabupaten Jeneponto melewati 2 kabupaten, yakni Gowa dan Takalar.
Sejak jaman dulu dan hingga saat ini, kuda dari Jeneponto memang terkenal dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Hal ini dipastikan dengan adanya ikon patung kuda berukuran besar yang menjadi simbol, berdiri tepat di pusat kabupaten Jeneponto, yakni di Bontosunggu. Sejak dari gerbang masuk hingga batas akhir wilayahnya, hanya ternak kuda yang terlihat disepanjang perjalanan.
Hampir setiap warga memelihara kuda sehingga nampak seperti digembalakan secara liar pada setiap area. Saking banyaknya, kuda peliharaan itu dibiarkan mencari makan sendiri di tanah lapang atau bekas lahan persawahan yang menjadi pedataran rumput dikala musim kering. Kuda di Jeneponto tak sekedar alat transportasi, namun sudah menjadi bagian keseharian masyarakat, gaya hidup, dan simbol status seseorang dalam kehidupan sosialnya.
Keunikan budaya Jeneponto yang populer adalah kebiasaan masyarakatnya yang gemar mengkonsumsi daging kuda. Di pasar-pasar tradisionalnya, daging yang mudah ditemukan adalah daging kuda.
Dalam tradisi masyarakat Jeneponto, daging kuda adalah menu istimewa untuk hidangan khusus buat acara-acara yang besar seperti pesta pernikahan, syukuran hendak naik haji, mengkhitankan anak, aqiqah bahkan saat hajatan orang meninggal. Selalu saja ada hidangan daging kuda, di samping jenis hidangan lainnya, seperti kerbau, ayam ataupun kambing dan sapi, namun daging kuda tetap selalu yang teristimewa.
Hidangan coto dan sop konro daging kuda digolongkan sebagai hidangan yang memiliki latarbelakang seni ketatabogaan yang sangat tinggi, kendati tergolong sebagai makanan rakyat pada umumnya. Terdapat mitos yang diyakini masyarakat jeneponto bahwa mengkonsumsi daging kuda akan menguatkan stamina tubuh dan diyakini pula bahwa daging kuda banyak mengandung zat anti tetanus meski hal itu belum terbukti secara medis.
Salah satu masakan khas tradisional daging kuda jeneponto adalah Gantala’ Jarang. Ini kuliner andalan masyarakat Jeneponto sejak dulu. Makanan khas ini terdiri dari potongan daging dan tulang kuda yang direbus dalam waktu yang lama dengan campuran garam kasar kemudian diberi bumbu dari akar kayu khusus. Meski tidak diolah dengan campuran bumbu yang komplit, Gantala’ Jarang punya rasa dan aroma khas.
Gantala Jarang inilah salah satu menu wajib dalam berbagai hajatan, misalnya pesta perkawinan. Bagi masyarakat jeneponto, suatu kehormatan menyuguhkan hidangan Gantala Jarang bagi para tamu. Generasi tua di Jeneponto selalu mencari hidangan ini pada setiap hajatan, sebab kuahnya yang khas tidak terlalu kental dan mudah menikmati dagingnya karena direbus dalam waktu yang lama.
Masakan khas berbahan daging kuda lainnya yaitu Kawatu. Masakan ini berupa potongan-potongan daging kuda yang diolah berupa semur. Kuahnya yang coklat kehitaman dan sudah meresap ke daging menjadikan daging empuk dan terasa manis.
Populasi Kuda di Jeneponto pada tahun 2013 saja diperkirakan 25.227 ekor yang menjadikan daerah ini menjadi penghasil daging kuda terbesar di Propinsi Sulawesi Selatan. Produksi daging kuda mencapai 46,4 ton. Kuda di Jeneponto kini sudah mencapai harga dengan kisaran 2,5-5 juta per ekor, itu pun tergantung postur tubuh dan kondisi fisiknya. Selain dari Jeneponto sendiri, kuda-kuda yang dipelihara warga saat ini banyak didatangkan dari Flores, dan daerah lainnya di Sulawesi, seperti dari Pinrang, Gorontalo, dan Sulawesi Utara.
foto: backpackstory.me

Post a Comment

0 Comments