.Jam 4 sore, usai hujan, saya bersiap untuk melakukan diving di pesisir pantai Toli-toli. Hujan sejak pagi mempengaruhi tingkat “visibilty” air sehingga laut menjadi keruh dan jelas kurang memadai untuk melakukan penyelaman. Namun saya sudah tidak peduli lagi. Niat untuk menyambangi ratusan kerang raksasa di dasar laut kawasan ini lebih menggoda. Saya dan dua orang teman segera menyiapkan properti dan kostum selam.
Desa Toli-toli adalah desa kecil di pesisir Konawe kecamatan Lalonggasumeeto Sulawesi Tenggara. Ditempat inilah sebuah konservasi spesies kerang raksasa yang disebut Kima, dilestarikan selama bertahun-tahun oleh lembaga lokal swadaya masyarakat setempat bernama Toli-toli Giant Clam Conservation. Kawasan jelajah konservasi lembaga lokal ini sudah terbentang puluhan kilometer hingga ke perairan pulau Labengki. Sejak pelestarian kima digalakkan, kondisi pantai dan lingkungan bawah laut di desa Toli-toli berubah drastis, habitat alaminya kembali sehat. Menurut warga setempat, sejak berapa tahun belakangan, pesisir pantai kembali dipenuhi koral dan ikan-ikan semakin banyak berdatangan.
Ketika saya masuk kedalam air, seluruh pemandangan dibawah laut nampak samar dipenuhi partikel pasir. Jarak pandang terbatas memastikan kondisi ini bukan waktu yang bagus untuk menikmati penyelaman. Meski begitu, saya dan teman tetap menyusuri dasar laut hingga kedalaman 20 meter.
Karang-karang muda yang mulai tumbuh di dasar laut, samar mulai nampak. Pemandangan yang menarik perhatianku adalah hampir semua permukaan karang dan koral nampak berwarna putih, seputih kertas. Beberapa karang yang saya kenali warnanya juga telah berubah memutih. Sekian puluh meter menyusuri kedalaman perairan kawasan itu, pemandangan aneh dengan aneka jenis karang dan koral yang semuanya telah berubah menjadi putih. Semuanya seputih kertas.
Fenomena aneh itulah yang disebut Coral Bleaching atau pemutihan karang yang menyebabkan hilangnya warna natural karang. Biasanya terjadi karena ekosistem mengalami kondisi stres. Stres dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa yang meliputi peningkatan atau penurunan suhu air (biasanya dianggap berasal dari pemanasan global), ditambah atau dikurangi salinitas air, perubahan komposisi kimia air, dan infeksi patogen.
Menurut teman yang sudah melakukan penyelaman di beberapa kawasan perairan sekitarnya bahwa semua hamparan karang di pesisir dan pulau tidak luput dari fenomena alam itu. Sekian mil terjadi pemutihan karang hingga ke wilayah pantai di pantai Toli-toli kendari. Menurut warga setempat, kejadian itu sudah berlangsung satu tahun.
Pemutihan karang yang mulai terjadi tahun 2015 diasumsikan akibat meningkatnya temperatur iklim global berlipat 2 x sejak 50 tahun terakhir. Lebih panas dibandingkan kondisi iklim satu abad lalu. Perhitungan yang dilakukan oleh International Govermental Panel of Climate Change (IPCC) diperoleh bahwa pada tahun 2100, suhu Bumi akan terus naik 1,5 – 4,5 derajat.
Akibat dari Pemanasan Global diprediksi terjadi kenaikan tingkat penguapan air pada wilayah Amerika, Eropa dan Asia, sedang pengurangan tingkat penguapan air terjadi di wilayah Afrika yang mengakibatkan Afrika akan mengalami kekeringan yang berkepanjangan.
Efek Global Warming di wilayah pesisir, mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan dan pengasaman yang mengganggu kehidupan organisme terumbu karang sehingga terjadi pemutihan karang (Coral Bleaching). Jika dalam jangka panjang, pemutihan karang mengakibatkan kehidupan terumbu karang akan musnah dan ikan-ikan menjauh dari pantai. Hal ini akan membawa dampak besar pada hilangnya rantai makanan di laut.
Tahun 2016, pemutihan karang kembali mengancam semua wilayah perairan di seluruh dunia termasuk Indonesia sebagai negara kelautan terbesar akibat fenomena pemanasan global yang terus menerus meningkat intensitasnya.
Kerusakan lingkungan akibat pemutihan karang pernah menyebabkan AS kehilangan setengah dari terumbu karang di Karibia hanya dalam tempo satu tahun karena peristiwa pemutihan karang pada tahun 2005.
Pemutihan karang pertama kali ditemukan oleh ilmuwan kelautan Australia yang meneliti kehancuran Great Barrier Reef, kawasan perairan yang membentang sepanjang pantai utara Australia. James Gilmour, yang mengepalai pelayaran untuk Australian Institute of Marine Science (AIMS), mengatakan mereka telah menemukan terumbu karang yang rusak parah karena tingkat stres tinggi akibat pemanasan global.
Para ilmuwan Australia sudah memperingatkan akan terjadi peristiwa pemutihan terburuk dalam sejarah, disebabkan kondisi luar biasa hangat dan sistem El Nino. Menurut hasil penelitian mereka, suhu air 33 derajat Celcius telah tercatat di Scott Reef, bahkan pada 50 meter di bawah air, suhu sekitar terdata 30 derajat.
Pemutihan karang yang luas mempengaruhi segala sesuatu yang terlihat dari karang batu karang lunak, bahkan anemon. Air dalam kondisi suhu yang tinggi, karang tidak memiliki kesempatan untuk membendung pemutihan. suhu air di atas sekitar 30 C telah mencapai puncaknya setinggi 34C. Efek yang paling dikuatirkan adalah munculnya parasit yang bisa menambah tingkat kerusakan karang.
Tidak ada cara memulihkan efek pemutihan karang selain proses alami karang yang bisa merestorasi sendiri. Itu pun tergantung kondisi iklim dan suhu perairan. Setidaknya kita hanya bisa berharap pemanasan global yang terjadi saat ini, semoga tetap bisa ditoleransi oleh alam.
0 Comments