Berada di balik gunung Silanu yang berjarak sekitar 5 kilometer arah timur kecamatan Bangkala kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, terdapat dusun-dusun kecil tradisional yang mendiami wilayah tapal batas hutan pada ketinggian sekitar 800 mdpl. Statusnya yang berada dalam kawasan hutan lindung secara tidak langsung menjadikan dusun-dusun kecil itu dikenal sebagai penjaga dan pelestari hutan. Di wilayah inilah dikenal warga desa yang sangat keras menjaga hutannya, bahkan menjadi tradisi turun temurun.
Bersama dengan Baso Daeng Situju, seorang warga desa yang dipercaya sebagai penyuluh oleh Kementerian Kehutanan, saya memasuki kawasan hutan gunung Silanu saat sinar matahari pagi masih sedikit membias dibalik pegunungan Silanu. Dipucuk rerimbunan pohon, gelungan halimun tipis berkelindan pelan menebar hawa pegunungan dingin nan sejuk. Pemandangan alamnya yang hijau segar membuat perjalanan kami jadi menyenangkan, selain kontur medannya ringan, jalur tracking pun relatif mudah dan aman.
Karakter hutan lindung gunung Silanu tidak begitu lebat, kebanyakan pohonnya masih tergolong muda namun rimbun dan asri. Vegetasinya bervariasi dan semuanya tumbuh subur. Dalam perjalanan, saya mengambil banyak gambar untuk merekam suasana pagi dalam hutan. Pemandangan hijau ditimpa cahaya pagi yang kemerahan bukan hal yang biasa bagiku dan momen langka seperti itu tidak mungkin kuabaikan.
Pendakian sudah tidak begitu terjal ketika kami melewati sebuah jalan setapak dipadati pohon jati putih besar berjejer dikiri kanannya. Barisan pepohonannya teratur rapi hingga menghampar luas ke ujung lereng pegunungan. Menurut pak Baso, kawasan pohon jati putih ini yang paling ketat dijaga oleh warga desa lantaran seringnya terjadi penebangan liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sekitar dua jam menelusuri kawasan hutan jati putih yang rimbun, kami pun tiba di sebuah pedataran hijau yang permai. Terdapat susunan rapi bebatuan gunung berupa pagar pembatas, berderet memanjang ditiap sisi jalan yang kami lalui. Disampingnya, ada sungai kecil dengan air bening yang mengalir pelan. Hawa sejuk merebak leluasa seiring sinar matahari mulai menembus celah-celah rerimbunan. Tidak lama berjalan, saya dan pak Baso tiba disebuah perkampungan yang teduh dikelilingi sungai kecil. Dari balik pepohonan yang rimbun, nampak rumah-rumah kayu sederhana, berbaris rapi dengan halamannya yang bersih. "Ini dusun Ura-urayya, dusun terbaik dalam kawasan hutan ini," jelas pak Baso.
Dusun Ura-urayya terdiri dari 73 KK yang hidup dengan tenang dan damai dalam hutan lindung gunung Silanu. Mereka bisa berkebun dengan baik tanpa harus menebang dan merusak hutan hanya untuk membuka lahan semata. Justru mereka malah memanfaatkan lingkungan hutan sebagai pendukung berbagai jenis tanaman berbudi daya tinggi. Pola tradisional yang diterapkan secara turun temurun menghasilkan tanaman yang subur dan memberikan hasil yang terbaik.
Ada beberapa dusun di tapal batas hutan lindung gunung Silanu antara lain Silayara, Kalimbungan, Parang La’bua, Bangkeng Ongko dan Ura-urayya. Semua warganya sangat menjaga kelestarian hutan turun temurun karena menjadi tempat memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mengarahkan pengelolaan hutan dengan baik, maka pihak pemerintah setempat secara bertahap kemudian mengembangkan program hutan kemasyarakatan dan memberikan pembinaan khusus bagi setiap warga dikawasan hutan tersebut.
Program hutan kemasyarakatan direspon dengan baik oleh warga dusun batas hutan karena sebelumnya, mereka telah menerapkannya secara alami melalui konsep tradisional. Sejak adanya pembinaan, hampir seluruh kawasan hutan telah dipenuhi dengan berbagai jenis tanaman budi daya jangka panjang.
Lestarinya hutan di kawasan hutan lindung Bangkala ini membuat lingkungan alamnya menjadi sangat subur. Berbagai jenis eksperimen tanaman budi daya bisa dikembangkan dengan leluasa. Di kawasan hutan inilah tanaman padi organik yang dikenal dengan nama padi Gogo bisa tumbuh dengan baik. Di dusun Ura-urayya sendiri, padi Gogo tumbuh subur menghampar dibawah setiap pepohonan tanpa irigasi. Uniknya, padi Gogo itu bahkan tumbuh subur dipermukaan bebatuan, bulir padinya kelihatan sehat menguning layaknya padi dengan sistem penanaman yang konvensional. Menurut kepala Dusunnya, Abd. Karim Dg Beta, puluhan petak sawah padi Gogo panen secara bergiliran tiap berapa bulan.
Dia menjelaskan bahwa beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan pola serupa juga telah berhasil dan menunggu untuk segera dipanen. Limbahnya pun sangat baik untuk makanan ternak. Pak Baso Dg Situju mengakui bahwa berbagai jenis tanaman sudah di eksperimen dan dikembangkan dengan baik oleh warga setempat. Bahkan pakan ternak pun bisa diproduksi dengan cara alami sehingga bisa menghemat biaya dan menghasilkan pendapatan yang besar bagi masyarakat. Ia berharap pemerintah bisa meningkatkan dukungan terhadap program ini, antara lain penyaluran bibit secara kontiniu dan penyediaan alokasi anggaran serba guna.
Pelestarian hutan yang direalisasikan oleh warga dusun tapal batas hutan gunung Silanu, berbanding terbalik dengan kondisi saat ini dimana kawasan hutan pada umumnya telah dijarah habis-habisan untuk berbagai kepentingan. Didukung pemerintah setempat, warga dikawasan hutan lindung gunung Silanu sangat ketat menjaga alam dengan segenap jiwanya. Mereka sadar, penjarahan hutan dan perusakan alam tidak saja membunuh generasi mereka namun bisa mendatangkan bencana yang lebih besar dampaknya terhadap kelangsungan hidup lainnya.
0 Comments