Lima abad silam, kedatangan 40 laskar asal Bugis menggunakan perahu pinisi ibarat saudara jauh dari pihak Puri Pemecutan, Badung, Bali, yang tengah berkuasa saat itu. Kedatangan mereka bertepatan dengan masa-masa sulit ketika berlangsung peperangan di antara raja-raja di Bali dan masa pendudukan kolonial Belanda (VOC). Di Pulau Serangan, ulama asal Bugis itu diterima baik oleh pihak Kerajaan Pemecutan dan menjadi sebuah persaudaraan Islam-Hindu yang nyata hingga hari ini.
Toleransi dan sikap saling menghormati di antara warga Hindu dan Islam berjalan dengan sangat baik sejak berabad-abad silam. Kehidupan di sepanjang pesisir Pulau Serangan telah melahirkan generasi-generasi keturunan Bugis. Di perkampungan Islam Bugis itu, bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Bugis.
Toleransi dan sikap saling menghormati di antara warga Hindu dan Islam berjalan dengan sangat baik sejak berabad-abad silam. Kehidupan di sepanjang pesisir Pulau Serangan telah melahirkan generasi-generasi keturunan Bugis. Di perkampungan Islam Bugis itu, bahasa yang dipergunakan sehari-hari adalah bahasa Bugis.
Dulu, rumah-rumah di pesisir Serangan memiliki bentuk dan corak khas Bugis. Sejak pembangunan terus berlangsung, kini warga muslim Pulau Serangan hanya menyisakan satu-satunya rumah asli Bugis di tengah-tengah perkampungan Islam. Rumah asli Bugis tersebut telah berusia hampir tiga abad dan masih dalam kondisi terawat.
Pelabuhan Pulau Serangan nenjadi saksi bisu kedatangan ulama dan saudagar Bugis. Sayang, kini sudah tidak berfungsi lagi. Pelabuhan tua itu tinggal menyisakan kenangan sejarah awal kedatangan laskar Bugis, pendiri, dan para ulama penyebar Islam di kampung ini.
Masjid tua Assyuhada, yang konon dibangun pada akhir abad ke-17, menyimpan jejak-jejak bersejarah Islam di sini. Salah satunya, mimbar yang dibuat oleh para ulama pendahulu, perintis Kampung Islam Pulau Serangan. Masjid yang awalnya hanya dibangun di atas tanah seluas 8 x 7 meter itu sangat sederhana. Terbuat dari bahan kayu menyerupai rumah panggung (bangunan khas Bugis).
Lantaran kondisi masjid sudah tergerus usia, pembangunan serta renovasi pun dilakukan. Masjid Assyuhada kini berdiri megah di tengah perkampungan. Di sekitarnya terdapat bukti-bukti bersejarah lainnya berupa mimbar, tombak, panji-panji perang, pedang, dan Al-Quran kuno yang ditulis tangan dan pada bagian sampulnya terbuat dari kulit unta.
Masih banyak lagi peninggalan Islam di Bali lainnya, seperti di sekitar Tuban, Suwung, Kuta, dan Angantiga. Perkampungan Islam ini makin berkembang pesat pada abad ke-19. Ke Bali pun ternyata banyak obyek wisata religi yang bisa masuk daftar wajib kunjungan.
Sumber : Tempo.co/ foto : denpasar.co.id
0 Comments