Sejak tahun 80-an, hutan kota alami bernama Jompie di kota Parepare Sulawesi Selatan ini hidup dalam kondisi terabaikan, penataan kawasannya jauh dari standar konsep pelestarian lingkungan yang layaknya ditemukan di kota-kota di Indonesia. Kepedulian masyarakat tentang pelestarian alam dan ruang terbuka hijau di kota kelahiran mantan presiden, BJ Habibie ini memang masih terbilang sangat minim dan cenderung tidak peduli.
Kendati dalam kondisi terbengkalai, dibanding 12 hutan kota alami di Indonesia, hutan Jompie merupakan satu-satunya hutan kota daerah pantai yang letaknya berada di tengah-tengah kota. Walaupun tidak terlalu luas (13,5 hektar) namun posisi kawasan hutannya sangat strategis, yaitu berada di antara pemukiman dan menjadi salah satu sumber air bersih untuk diminum. Hamparan hutannya yang rimbun berada pada ketinggian tempat 83 m dpl, topografi berbukit hingga bergunung (25-42%) berbentuk hutan sekunder yang berusia ratusan tahun.
Hutan kota Jompie sudah diusulkan menjadi kebun raya sejak pemerintahan walikota, Sjamsu Alam yang telah mengeluarkan Perda mengatur keberadaan Kebun Raya Jompie ini dalam Perda No 10 Tahun 2011. Di mana disebutkan bahwa ada lima kawasan konservasi utama yang salah satunya adalah hutan Jompie. Meski sudah di perdakan, revitalisasinya tetap berjalan dengan lamban. Publikasi dan sosialisasinya pun nyaris tidak ada sama sekali. Hal ini terjadi lantaran minimnya tingkat kesadaran pelestarian alam dari pemerintah setempat, instansi bersangkutan dan warga kota.
Tahun 2015, sebuah komunitas pemerhati lingkungan lokal mulai melirik hutan kota ini. Komunitas bernama Bumi Lestari ini dengan serta merta menjadikan kawasan hutan jompie sebagai fasilitas sosial yang efektif untuk membuka wawasan masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Berbagai aksi sosial dan kampanye pelestarian alam dilakukan dalam kawasan hutan Jompie dalam bentuk kreatifitas seni dan budaya.
Sosialisasi komunitas ini berjalan efektif hingga dalam waktu relatif singkat, satu persatu elemen aktifis sosial di kota Parepare dilibatkan terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Bahkan beberapa komunitas budaya dan aktifis dari luar kota sudah ikut terlibat dalam berbagai kegiatan mereka.
Salah satu upaya publikasi pelestarian lingkungan khususnya keanekaragaman hayati di hutan jompie ini maka Bumi Lestari menggelar sebuah even sosial melalui aksi foto. Kegiatan ini ditujukan untuk mengangkat keberagaman hayati dan keindahan alam terbuka yang masih terjaga dalam hutan Jompie. Tidak ada kriteria khusus yang membebani peserta untuk ikut serta dalam even ini, yang penting senang dengan alam dan paham fotografi.
Konsep fotografi lingkungan dan keanekaragaman hayati yang bertema “Hunting Jungle” oleh Bumi Lestari ini terbilang ide segar yang membuka atmosfir baru dalam even seni fotografi yang selama ini hanya berputar diranah seni modeling, Landscaping dan produk urban khususnya di Sulawesi Selatan.
Kegiatan even dokumentasi ini melibatkan puluhan fotographer lokal, selain itu hadir pula komunitas POI Mandar dari Polman Sulawesi Barat, MAKKITA Massenrempulu dari Enrekang, FOKUS UMPAR dan LPC dari kab. Pinrang. Foto-foto terbaik tentang keindahan dan keunikan alam hutan Jompie ini akan di pamerkan pada puncak kegiatan regular tahunan Bumi Lestari yaitu Sabda Alam.
Seiring dengan aktifnya kegiatan komunitas pelestari alam lokal ini dalam kawasan hutan Jompie, terdengar kabar bahwa perencanaan revitalisasi hutan Jompie telah mendapat kucuran dana dari pemerintah pusat sebesar Rp 16,7 miliar. Anggaran ini dialokasikan melalui Kementerian Pekerjaan Umum secara bertahap hingga 2019, dan mulai tahun 2016, pemerintah pusat sudah mengalokasikan anggaran Rp1,5 miliar.
Bantuan dana segar yang ditujukan untuk pelestarian alam hutan jompie diharapkan bisa memotivasi pemerintah kota untuk ikut membuka wawasannya tentang betapa pentingnya menjaga ruang terbuka hijau yang selama ini menjaga ekosistem dalam lingkungan kota Parepare.
foto : Bumi Lestari
0 Comments