ILMUWAN PENIPU TERBESAR DALAM SEJARAH SAINS DI INDONESIA


Indonesia dipertengahan tahun 2015 sempat dihebohkan dengan munculnya seorang ilmuwan muda berbakat bernama Dwi Hartanto. Nama mahasiswa yang tengah menjalani program doktoral di Technische Universiteit (TU) Delft Belanda ini melambung di tanah air ketika ia diberitakan bersama timnya telah merancang bangun Satellite Launch Vehicle. Namanya semakin mengkilap ketika ia juga diketahui termasuk tim inti perancang jet tempur paling canggih generasi ke-6 dan merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering).

Gencarnya pemberitaan berbagai media tanah air tentang prestasi gemilang Dwi Hartanto dibidang sains internasional membuat Kedutaan besar Republik Indonesia di Belanda menganugrahkan penghargaan tertinggi negara kepadanya. Dwi Hartanto bahkan dianggap sebagai ilmuwan paling berbakat di Asia. Kehebatan prestasi Dwi Hartanto juga sampai menarik perhatian khusus mantan Presiden RI ke-3, BJ Habibie yang rela terbang ke Belanda hanya untuk bertemu dengan dirinya.

2017, nama Dwi Hartanto kembali melambung dan menjadi buah bibir, namun sayangnya, kali ini bukan karena berbagai “prestasi’nya yang dahsyat. Dia malah dikabarkan telah melakukan sebuah penipuan luar biasa dan manipulasi status. Kebohongan Dwi terbongkar oleh seorang ilmuwan yang juga dari Indonesia dan menemukan fakta bahwa Dwi Hartanto telah menipu bangsa Indonesia.

Ilmuwan tersebut adalah Deden Rukmana, seorang Professor dan koordinator Urban Studies and Planning di Savannah State University, Savannah, AS. Deden mengetahui kebohongan Dwi Haryanto ketika ia menerima rangkaian pesan dari WA group Pengurus pelajar internasional yang membahas tentang prestasi Dwi. Pada tanggal 10 September 2017 lalu, salah seorang anggota pengurus I-4 secara terpisah mengirimkan dua dokumen lengkap berisikan investigasi terhadap beragam klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto.

Dokumen pertama terdiri 33 halamam berisikan beragam foto-foto aktivitas Dwi Hartanto termasuk dari halaman Facebook-nya, link ke berbagai website tentang Dwi, transkrip wawancara Dwi dengan Mata Najwa pada bulan October 2016 dan korespondensi email dengan beberapa pihak untuk mengklarifikasi aktivitas yang diklaim oleh Dwi Hartanto.

Dokumen kedua sebanyak 8 halaman berisikan ringkasan investigasi terhadap klaim yang dibuat oleh Dwi Hartanto termasuk latar belakang S1, usia, roket militer, PhD in Aerospace, Professorship in Aerospace, Technical Director di bidang rocket technology and aerospace engineering, interview dengan media international, dan kompetisi riset.

Kedua dokumen tersebut disiapkan oleh beberapa ilmuwan Indonesia di TU Delft yang mengenal Dwi Hartanto secara pribadi. Melalui berbagai dokumen dan jejak digital Dwi, Deden memastikan pembohongan publik yang dilakukan oleh Dwi Hartanto dan menginginkan agar kebohongan ini dihentikan.

Keterlibatan Dwi Hartanto dalam kegiatan Visiting World Class Professor lalu adalah kerugian yang mesti ditanggung oleh pembayar pajak dan seluruh warga Indonesia. Perjalanan akademiknya ke Indonesia dibiayai oleh panitia dan diberikan honor atas aktivitasnya di dalam kegiatan tersebut.

Kebohongan luar biasa yang dilakukan oleh Dwi Hartanto dinilai telah merusak nama baik ilmuwan Indonesia secara umum. Bilamana kebohongan ini berlanjut dan Dwi Hartanto diberikan posisi di bidang Aerospace Engineering yang bukan merupakan keahliannya, tentunya akan sangat membahayakan keselamatan jiwa banyak orang.

Para ilmuwan Indonesia diluar negeri segera membuat kesepakatan tertulis untuk mendesak Dwi Hartanto agar segera mengklarifikasi pengakuannya dengan membuat pernyataan resmi. Dalam surat bermaterai dan permohonan maaf tertanggal Sabtu (7/10/2017), Dwi Hartanto pun menjelaskan status dan posisinya, bahwa ia ternyata tidak lebih hanya dari bagian proyek amatir mahasiswa di kampusnya.

Dalam surat pengakuan bermaterai yang dimuat laman resmi PPI Delft yang berjudul klarifikasi dan permohonan maaf oleh Dwi Hartanto, Dwi mengakui antara lain, "Tidak benar bahwa Bapak B.J. Habibie yang meminta untuk bertemu. Sebelumnya saya telah meminta pihak KBRI Den Haag untuk dipertemukan dengan Bapak B.J. Habibie.

Kabar terakhirnya, semua penghargaan yang diberikan telah dicabut dan Dwi Hartanto harus menghadapi sidang etika di institusinya. Besar kemungkinan ia mendapatkan sanksi profesi.

Hal positif yang ditemui di kasus ini adalah bahwa masyarakat Indonesia saat ini memang sedang haus dengan berita inspiratif tentang warga Indonesia yang berprestasi tinggi di luar negeri.

Namun menurut Deden, “Heboh kebohongan publik yang dilakukan Dwi Hartanto ini terjadi karena pembiaran yang dilakukan pada saat kebohongan publik pertama terjadi akibat berita di Detik.com pada tanggal 12 Juni 2015. Kebohongan ini sudah terjadi lebih dari dua tahun. Pada tanggal tersebut, laman detik.com memuat penuh berita wawancara dengan Dwi Hartanto di Delft, Belanda.

Ketua Dewan Pers Indonesia, Stanley Adi Prasetyo, mengatakan, " Media di Indonesia, saat ini miskin verifikasi. Apalagi ditambah masyarakat suka heboh dan pemerintah yang kerap memuji prestasi para diaspora,”.

Dia menyoroti kerja media yang ikut-ikutan gencar memberitakan prestasi Dwi sebagai ilmuwan Indonesia berprestasi tanpa ada usaha "Cross Check" dan klarifikasi.

“Banyak orang gumunan, suka takjub pada hal-hal yang belum dibuktikan. Di tengah situasi ini, pers mestinya bisa merawat akal sehat publik,” kata Stanley.

Sumber :

Post a Comment

0 Comments