Pertama dalam Sejarah, Ratusan Kepala Sekolah dilantik ditempat Pembuangan Sampah Kota Makassar

Dalam sejarah peradaban manusia,  pekerjaan guru adalah pekerjaan yang paling tua. Guru sudah ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Sepanjang sejarah kehidupan, guru selalu berada di tengah masyarakatnya, menyisihkan waktu mengajarkan ilmu pengetahuan untuk membuat manusia bisa memahami kehidupan dan menunjukkan kebenaran.
Pada masa kerajaan Hindu-Budha, guru ditempatkan dalam kasta tertinggi yang disebut kasta Brahmana, mengajarkan segala hal yang berhubungan dengan agama serta kitab suci. Guru adalah posisi yang terhormat, bahkan lebih tinggi dari raja dan bangsawan. Ia lebih mulia dibandingkan kasta yang lain. Sampai saat ini, guru tetap memiliki kharismanya sendiri. Dimanapun itu.
Ketika Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto melantik ratusan kepala sekolah di tempat pembuangan sampah kota pada 30 Maret 2016. Status guru yang dimuliakan seperti dijerembabkan kelubang tinja. Pelantikan kepala sekolah di pusat pembuangan sampah akhir kota Makassar ini merupakan yang pertama kali dalam sejarah. Iya, pertama kali dalam sejarah, seorang pejabat yang walau dengan alasan apapun, telah menunggangi kemuliaan status para pengabdi itu untuk mendongkrak sensasi pencitraannya.

Danny, sapaan akrab walikota Makassar ini, beralasan, ia ingin memberikan pesan kepada kepala sekolah (sebenarnya untuk masyarakat) bahwa yang dilantik agar mengedepankan pendidikan membentuk perilaku tentang menjaga kebersihan ini yang harus dibentuk lewat pendidikan. Di samping itu, walikota ini ingin memberikan pesan kepada semua kepala sekolah yang dilantik dengan makna filosofis sampah untuk mengibaratkan anak-anak yang dididik dengan metode yang salah. maka jadilah, sambil menahan nafas, ia pun melantik ratusan kepala sekolah yang sedari pagi tenggelam dalam kebingungannya ditengah sampah yang menggunung.
Pada dasarnya, pola “nyentrik” yang ingin dianalogikan oleh walikota Makassar ini sebenarnya adalah model pendidikan karakter. Ia terkesan memaksakan analogi itu sementara spesifikasi pendidikan psikologi tidak ada didalam kurikulum sekolah, itu adalah pendidikan karakter, konsep psikologi sosial yang semestinya didapatkan dibidang akademik tertentu. Jikapun maksudnya memotivasi konsep Pendidikan lingkungan, tanpa dilingkungan sekolah pun, model itu bisa diterapkan.
Disekolah, para kepala sekolah itu adalah pemimpin , membangun semangat para guru dan anak anak bangsa untuk belajar mengabdi. Apakah pelantikan di pembuangan sampah yang menggunung itu adalah sebuah motivasi? Sebagian besar dari kepala sekolah yang dilantik itu mengaku stress. Aroma busuk sampah yang menusuk sejak pagi, jelas sudah menutup akal sehat mereka. Motivasi apalagi ketika seorang anggota dewan yang hadir, sudah keburu pingsan ditengah acara lantaran tidak tahan bau busuk.
Kejadian unik ini pun dicerna masyarakat awam sebagai sebuah pertunjukan “pencitraan” seorang pejabat untuk sekedar merebut perhatian. itulah yang dicerna. Sebagian besar warga kota Makassar belum melangkah ke fase “dinamis” yang diperkirakan oleh walikota Makassar ini. Mereka hanya melihat sebuah kebodohan dalam level kacamata mereka.
Sementara dari kacamata akademisi, substansi dan arah pendidikan ala walikota Makassar yang dimulai ditempat kotor itu terkesan norak dan “over”. Walikota ini lupa, bahwa pendidikan (terutama di Indonesia) tidak pernah lahir dan dimulai ditempat yang kotor dan bersampah. Pendidikan hadir dalam bingkai damai dan tenang yang penuh nuansa makna yang mendidik. Asumsinya terlanjur men”judge” bahwa sumber kesalahan manusia di Indonesia adalah kekeliruan dari para pendidik. Sekali lagi ia lupa, apakah ia menjadi walikota lantaran hasil didikan yang ber-analogikan sampah?
Ini jelas gaya modern dalam perkembangan sistem perpolitikan yang sarat manusia narsis. Bukankah manusia Indonesia sudah mulai melek, sudah mulai paham bahwa perebutan pencitraan yang ampuh itu adalah melalui ide-ide yang gila? Mungkin jika ide-ide gila itu tidak abstrak, dilakukan dengan cara yang elegan, pasti akan menuai pujian, seperti gaya walikota Bandung, Ridwan kamil yang sukses menata kotanya dengan ekspresi cintanya yang unik, kotanya bersih tanpa harus melantik ratusan kepala sekolah di tengah aroma busuk sampah yang menggunung…

Post a Comment

0 Comments