Di tengah kabut tebal yang turun bergumpal-gumpal, sesosok tubuh bergerak pelan menembusnya bak menyibak tirai. Ia berjalan lambat dan gontai menelusuri punggungan batu besar di kawasan bagian sisi barat puncak yang mulai memudar.
Satu demi satu langkahnya menjejaki jalur pendakian sempit dan berbatu. Ia menyeruak kabut Kolong Buntu, menelusuri permukaan batu hitam yang terbungkus hamparan lumut hijau pekat.
Tubuh orang itu terbungkus jaket Gore-tex tebal warna biru. Kepalanya tertutup rapat dengan tudung. Ia menggendong Carrier merah berukuran 80 liter. Di balik tudung jaket, samar-samar tampak wajah berekspresi datar dengan bibir terkatup menahan dingin.
Matanya tajam mengamati jalur kabut untuk memastikan arah. Setiap beberapa langkah, tubuhnya limbung diterpa liukan angin.
Permukaan puncak Rante Mario adalah dataran batu hitam, melingkup seperti tangkup batu raksasa. Penampakannya dingin dan suram. Setiap sisinya berupa barisan cerukan batu mencuat membentuk dinding portal berjeruji. Beberapa di antaranya membentuk gerbang besar masuk dunia gaib seperti yang ada dalam film-film fiksi macam Harry potter.
Salah satu bagian bawah cerukan tebing, terdapat sumber air berupa sungai kecil berair sangat bening. Pada waktu tertentu, pinggiran sungai kecil itu kadang bertabur serpihan es lantaran hawa dingin bisa mencapai suhu di bawah 15 derajat celsius.
Setibanya di pinggir sungai kecil, ia meletakkan carrier besarnya di atas tanah basah berumput. Ia terdiam sejenak lalu menengok ke langit menikmati gerimis yang memulas wajahnya. Pandangannya beralih ke satu tempat. Labium cerukan batu itu lagi, penuh bayangan bunga-bunga gunung. Belum berubah dari dulu. Selalu bergerak mengikuti arah angin. Entah ke sekian kalinya, di tempat ini ia selalu mudah menemukan dirinya.
(bersambung)
0 Comments