Melawan Pengusaha Tambang, Dunia Menghormati Wanita Desa ini


Sebagian besar masyarakat Mollo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, percaya leluhur mereka berasal dari batu, kayu, dan air. Ketiga unsur ini menjadi simbol marga dan martabat bagi warga setempat.
Karena itu, mereka terusik ketika wilayahnya terancam akibat penambangan batu marmer secara besar-besaran dari investor swasta. 
Salah satu masyarakat Mollo yang berdiri di garda terdepan membendung gempuran perusahaan besar itu adalah Aleta Baun atau sering dipanggil Mama Aleta. Marga Baun sendiri diambil dari unsur air.
Selain sebagai seorang ibu rumah tangga, Aleta Baun juga dikenal sebagai pemimpin pergerakan masyarakat adat Mollo dalam melawan arogansi perusahaan tambang yang merusak sumber hidup dan kehidupan mereka.
Ia menyebutkan, selama 13 tahun, bersama kelompok organisasinya berjuang secara keras melawan penguasa dan pengusaha yang menghancurkan lingkungan di daerah Mollo, TTS.
“Saya, anak seorang Amaf (raja), tetapi saya perempuan. Menurut adat saya tidak punya hak untuk bersuara dan tidak berhak menjadi pemimpin. Tetapi saya tak bisa tinggal diam, saya memimpin perjuangan menolak tambang. Kami, laki-laki dan perempuan harus berjuang untuk menyelamatkan tubuh kami,” ujarnya.
Aleta dan rakyat Mollo menghadapi intimidasi dan kekerasan oleh preman yang dibayar perusahaan. Aleta bahkan harus mengungsi membawa bayinya berumur 2 bulan, keluar masuk kampung dan sembunyi di hutan.
"Kami berjuang selama 13 tahun [1999-2012] menutup tambang marmer. Kami berikrar untuk tidak lagi membiarkan pembangunan dan ekonomi yang merusak alam. Kami berikrar untuk mandiri. Hingga saat ini kami masih berjuang memulihkan alam," ujar Aleta. 

Tindakan tersebut disampaikan Aleta sebagai bentuk kepedulian rakyat Mollo pada alam. Dia mencontohkan batu marmer di Mollo yang diperlihatkan lewat foto.

"Batu ini sudah tidak utuh, salah satu yang paling mudah memahami isu lingkungan, alam itu seperti tubuh manusia. Batu itu tulang, air itu darah, tanah itu daging dan hutan itu sebagai kulit, paru-paru dan rambut. Jadi merusak alam sama dengan merusak tubuh kita sendiri," tuturnya.
Berkat kegigihannya menjaga lingkungan, Aleta Baun mendapat penghargaan sebagai pejuang lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM) dari yayasan Yap Thiam Hien, sebuah lembaga yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia.
Sebelumnya perempuan  kelahiran  Lelobatan, 16 Maret 1966 ini meraih penghargaan Goldman Environmental Prize 2013 atas jasa-jasanya di bidang konservasi alam.
Mama Aleta menerima langsung Goldman Environmental Prize 2013 dalam satu upacara khusus di San Francisco Opera House, Amerika Serikat, pada Senin 15 April 2013.
Kali penghargaan kembali disematkan padanya berkat kegigihannya memperjuangkan lingkungan dari gempuran tambang  di Mollo, TTS, Nusa tenggara Timur (NTT).
Aleta Baun menjadi panutan dan pemimpin dari sebuah gerakan untuk menyelamatkan alam, menyelamatkan martabat manusia, menyelamatkan lingkungan dan hak asasi manusia dari serbuan komersialisme industrialisasi, dari serbuan kerakusan dan ketamakan dunia usaha yang tidak peduli dengan lingkungan.

Post a Comment

0 Comments