Pengakuan Mantan Teroris, Ahli Perakit Bom, Ali Fauzi Manzi


Ratusan burung beterbangan di dalam sangkar di halaman rumah. Perasaannya tak enak. Dia sadar ada orang yang masuk ke rumahnya. Dia lalu keluar melalui pintu samping. Di depan pintu utama rumahnya, Dia mendapati sebuah kotak terbungkus rapi. Instingnya mengatakan, ini.... Bom.

***
Sekelompok orang tidak senang saat dirinya menyatakan berhenti dari dunia teroris. Dia lalu diteror. Di media sosial dan di dunia nyata. Oleh mantan kelompoknya, Dia dipanggil dengan sebutan murtad. Lebih syetan dari thoghut. Namanya Ali Fauzi Manzi. Adik dari terpidana mati kasus bom Bali, Amrozi dan Ali Imran ini dianggap sebagai penghianat.

Suatu ketika Ali Fauzi mendapat kiriman bom di depan rumahnya. Bom high explosive. Siap meledak dengan pemicu tekanan tertentu. Beruntung Ali Fauzi memiliki latar belakang keilmuan tentang bom. Dengan sigap dan hati-hati, mantan Kepala Instruktur Perakitan Bom Jamaah Islamiyah (JI) ini mengurai rangkaian bom itu. Satu per satu kabel dia runut. Hanya menggunakan alat seadanya. Kaos tangan, gunting dan pisau cutter. Dia mendapati wire yang berhubungan dengan  detonator yang dipasang di pintu utama rumahnya. "Pemicunya adalah tekanan pintu rumah. Jika saya mendorong pintu itu, bom ini akan meledak. Mungkin mereka lupa, klo saya ini mantan guru perakit bom",ungkapnya dengan sedikit tertawa. Setelah merasa aman dia lalu menghubungi petugas jihandak.

Sepenggal cerita itu menjadi bahan ceramah Ali Fauzi. Mantan teroris jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara. Dia berceramah di hadapan ribuan prajurit TNI AD di Masjid Sultan Hasanuddin Makodam XIV Hasanuddin, Selasa, 22 Mei. Pangdam XIV Hasanuddin dan Kasdam XIV Hasanuddin, Mayjend TNI Agus Surya Bakti dan Brigjen TNI Budi Sulistijono turut hadir, duduk bersila di saf depan. Para prajurit begitu antusias. Mereka ingin mendengar langsung pengalaman hidup seorang teroris paling diburu. Masjid besar itu bahkan tak cukup menampung semua prajurit. Beberapa diantaranya menggelar tikar di halaman masjid.

"Kakak saya --Amrozi dan Ali Imran, dieksekusi di Nusakambangan. Saya sendiri yang memandikan, mengkafani, men-salat-kan, dan kirim jenazahnya pulang ke kampung saya, Lamongan", ujarnya dengan mata berkaca-kaca. Dia menceritakan bahwa rangkaian teror dalam kurun waktu tahun 1999 - 2010 di Indonesia merupakan ulah jaringan kelompoknya. Termasuk serangkaian ledakan ribuan kilogram bahan peledak di Kuta dan Jimbaran, Bali, yang menewaskan ratusan orang. "Kami memang mengincar orang bule (turis asing), simbol-simbol barat, kedutaan atau konjen", tegas mantan pasukan elit camp militer Moro Islamic Liberation Front (MILF) ini. MILF adalah pasukan elit yang dilatih khusus ilmu kemiliteran di Mindanao, Filipina Selatan. Teroris tenar macam, Noordin M Top dan DR Azhari alumninya.

Ali Fauzi menceritakan, saat keluar dari penjara dia tak tahu harus berbuat apa. Pengangguran, tidak ada penghasilan. "Saya merasa terpuruk. Keluarga saya, istri dan anak saya tidak bisa makan", kenangnya. Hidupnya kembali ke titik nol. Bahkan minus. Namun ibarat kata, setelah hujan badai akan ada pelangi. Dia kemudian bertemu Agus Surya Bakti. Kala itu, Agus masih menjabat sebagai Deputi I Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI.

"Di sinilah titik balik kehidupan saya", sebutnya.
"Saya bahkan menganggap beliau sebagai seorang Brama Kumbara. Sosok pejuang, yang berwibawa, penolong dan baik hati". Dia menambahkan, "Dahulu ia musuh saya, sekarang sahabat saya", sambung dosen STIT Lamongan ini disambut tawa dan tepuk tangan ribuan prajurit seakan mencairkan suasana.

Saat ini Ali Fauzi sering tampil di televisi. Diundang sebagai pembicara pengamat bom dan terorisme. Pernah menjadi pembicara di Lemhanas. Diangkat menjadi Duta Google Ideas Save, Didaulat menjadi Duta Perdamaian Aliansi Indonesia Damai, dan menjabat sebagai Direktur Lingkar Perdamaian.

Bagi Ali Fauzi, tak ada orang baik yang tak punya masa lalu, begitupun tak ada orang jahat yang tak punya masa depan.

Sumber :
Abe Bandoe/Wartawan Foto Harian FAJAR

Post a Comment

0 Comments