Minimnya Inovasi Manajemen Pengolahan Sampah di Sulsel


Perkembangan kota di Sulsel khususnya Makassar sebagai kota metropolitan terbilang cukup pesat di Indonesia Timur. Namun, hal tersebut berbanding terbalik dengan sistem pengelolaan sampah yang diterapkan tidak inovatif. Polanya masih tergolong kuno dan konservatif.
Ketua Forum Studi Energi dan Lingkungan, Anwar Lasapa mengungkapkan, “Manajemen persampahan kita tidak memiliki desain manajemen yang jelas. Pengelolaannya masih menggunakan paradigma lama yaitu dengan cara mengumpul, mengangkut lalu membuang ke TPA,” katanya.
Manajemen persampahan modern selayaknya kota besar seharusnya sudah menggunakan pola recovery (pemulihan) sampah melalui konsep daur ulang sampah. Kota makassar merupakan kota metropolis yang tingkat volume sampahnya sangat tinggi sehingga membutuhkan penanganan sampah yg lebih modern dan berkelanjutan.
Lebih ironis lagi, armada pengangkut sampah sangat minim. Fasilitas mobil pendukungnya n belum ada rencana penambahan armadanya. “Ini menunjukan bahwa pemkot tidak serius dalam mengelolah sampah di kota makassar,” tegas Anwar Lasappa. Tidak heran, sampah di Kota Makassar masih sering kita jumpai di sejumlah sudut kota.
Kota Ma­kassar adalah salah satu kota besar yang menghasilkan produksi sampah kurang lebih 60 ribu kubik atau setara 250 – 300 ton per harinya. Jumlah penduduk kota Makassar saat ini mencapai sekitar 1,3 juta jiwa, diperkirakan menghasilkan sekitar 3800 m3 sampah perkotaan setiap harinya. Dengan perkiraan jumlah penduduk yang akan mencapai sekitar 2,2 juta jiwa pada tahun 2015, diperkirakan produksi sampah tiap orang sekitar 0.3 m3 per hari, menghasilkan total 4,500 m3 sampah tiap hari. Ini akan menjadi masalah yang serius apabila tidak terdapat rencana dan pengelolaan sampah padat perkotaan yang memadai.

Post a Comment

0 Comments