Perang Kerajaan dalam Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan


Menurut Lontara Pattirioloang (Lontara Sejarah Sulawesi Selatan) dijelaskan masuknya Islam di Sulawesi Selatan sejak tahun 1546 – 1565 masa pemerintahan raja Gowa, Tonipallangga. Penerimaan agama Islam pada tahun 1605 ditandai dengan munculnya tiga datuk atau yang disebut “Datuk Tallua” berasal dari daerah Minangkabau, Koto Tengah. Ketiga datuk tersebut dikirim oleh raja Aceh, Sultan Iskandar Muda, mereka adalah Abdul makmur dikenal dengan gelar Datuk Ribandang, Sulaiman yang dikenal dengan gelar Datuk Patimang dan Abdul Jawad dengan gelar Datuk Ri Tiro.
Orang pertama yang memeluk Islam ketika datangnya ketiga datuk itu adalah Mangkubumi kerajaan Gowa dan juga merupakan raja Tallo yakni I Malingkang Daeng manyonri dengan gelar Islam, Sultan Abdullah Awwaluddin Islam dan bersamaan saat itu pula raja Gowa XIV,  I Mangarangi Daeng Manrabia ikut memeluk agama Islam dan mendapat gelar Sultan Alauddin. Pada saat itu pula kerajaan Luwu juga telah resmi menerima Islam melalui Datuk Patimang.
Sejak itu, Islam pun dimulai disebarkan di Sulawesi Selatan dan terjadi konversi besar-besaran dalam tatanan adat masyarakatnya. Karena kerajaan Gowa-Tallo merupakan simbol kekuatan politik dan militer pada saat itu, maka raja Gowa XIV, Sultan Alauddin mengeluarkan dekrit pada tanggal 9 November 1906 untuk menjadikan Islam sebagai agama kerajaan dan agama masyarakat. Masalah timbul ketika raja Gowa menyerukan Islam ke kerajaan-kerajaan tetangga di tanah Bugis. Tiga kerajaan besar Bugis yang tergabung dalam aliansi “Tellupoccoe” yakni Bone, Soppeng dan Wajo dengan tegas menolak seruan tersebut. Penolakan itu membuat raja Gowa memutuskan untuk menggunakan kekerasan senjata menggempur tiga kerajaan bugis itu maka terjadilah perang antara kerajaan Makassar yaitu Gowa dan Tallo dengan kerajaan Bugis yaitu Bone, Soppeng dan Wajo. Dalam Lontara disebutkan bahwa perang ini disebut Musu Selleng, atau Islamic War (*Christian Pelras). Perang ini berlangsung selama 5 tahun.
Kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo yang tergabung dalam persekutuan ” Tellupoccoe” menolak ajakan dari kerajaan Gowa karena menganggap itu adalah siasat politik dalam rencana ekspansi kerajaan Gowa untuk menguasai tanah Bugis. Penolakan ini menjadi alasan utama kerajaan Gowa mengangkat senjata untuk memerangi kerajaan Bugis dengan tujuan penyebaran Islam. Tercatat dalam Lontara, bahwa sebelumnya memang sering terjadi kegiatan politik antara kerajaan Bugis dan Makassar dalam memperebutkan kedudukan pemimpin di Sulawesi Selatan.
Tahun 1611, seiring dengan takluknya kerajaan “Tellupoccoe” maka Islamisasi dilakukan terhadap struktur kerajaan dan kehidupan masyarakatnya.  Raja Bone yang terakhir menerima Islam memastikan sebagian besar wilayah Bugis akhirnya memeluk agama Islam.
Sejumlah kerajaan lainnya menyambut seruan penyebaran Islam ini dengan damai antara lain Sawitto, kerajaan Balanipa di Mandar, Bantaeng dan Selayar. (referensi dari hasil penelitian Ahmad M. Sewang)

Post a Comment

0 Comments