Menjadi berita heboh yang viral di media sosial dan sebagian besar media online ketika sepasang suami istri muda dari Gowa Makassar Sulawesi Selatan berniat menjual bayi mereka yang baru dilahirkan lantaran tidak sanggup membayar tagihan rumah sakit.
Pasangan suami istri atas nama Januar dan Andi Indra Adi nekad memutuskan untuk menjual bayinya untuk memenuhi biaya rumah sakit sejumlah 39 juta. Sebelumnya sang suami, Januar mengeluhkan sistem layanan BPJS dimana ia dan istrinya merupakan peserta BPJS Mandiri yang diwajibkan membayar biaya rumah sakit sebesar Rp 39 Juta. Bayi itu lahir prematur 17 September 2016 di Rumah Sakit Unhas dengan pelayanan ekstra yang butuh biaya besar. Pihak rumah sakit tidak memberi toleransi dengan pembiayaan itu meski sudah melalui negosiasi.
Entah disebabkan tekanan depresi yang besar atau putus asa, pasangan ini akhirnya nekad melakukan publikasi yang mengumumkan untuk menjual anaknya sendiri lengkap dengan surat persetujuan bermaterai 6000 melalui media sosial. Harganya sejumlah biaya tagihan itu, 39 juta.
Ditengah riuhnya pemberitaan, sang suami pun akhirnya membuat sebuah pengumuman baru di akun pribadinya bahwa ia telah menyelesaikan masalah pembiayaan tersebut dengan rumah sakit, yang mana pada ujung-ujungnya ia minta maaf.
Pasangan ini terkesan sukses memanfaatkan dunia medsos yang dikenal dengan publik yang latah dan sok tahu. Dengan kata lain, pasangan ini berhasil membuat spekulasi sosial. Hasilnya memang luar biasa, dengan memanfaatkan emosi publik, seorang bupati pun bisa dibuat terlibat dalam urusan pribadinya.
Berniat atau pun tidak, rencana penjualan anak pasangan ini adalah aib yang sangat merusak nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang beradab. Menyebar pemahaman yang buruk dan mempertontonkan dekadensi moral yang cacat. Meskipun efek domino dari kejadian ini adalah merefleksi ketidaklayakan sistem manajemen rumah sakit di Makassar menyangkut pelayanan BPJS, namun Perdagangan bayi yang terjadi sudah pasti menunjukkan moral masyarakat pada tingkat kerusakan yang hebat. Mengapa? Karena 2 (dua) alasan utama : pertama, masyarakat terbukti semakin pragmatis tanpa peduli lagi halal haram. Yang diutamakan hanyalah materi saja, walaupun harus melanggar syariah islam. Kedua, masyarakat semakin luntur penghargaannya kepada manusia, karena memperlakukan manusia tak lebih dari sekedar barang atau hewan dagangan semisal sapi atau kambing. Tindakan pasangan suami istri ini sudah termasuk dalam kategori "Perdagangan Manusia".
Dalam pandangan Islam, menjual belikan bayi hukumnya haram, merupakan dosa besar, dan sekaligus menunjukkan rusaknya masyarakat pada tingkat kerusakan moral yang hebat. Keharamannya didasarkan pada hadits shahih yang mengharamkan jual beli manusia merdeka (bukan budak).
Rasulullah Muhammad SAW telah bersabda dalam sebuah hadits qudsi:
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: Allah berfirman: “Ada tiga golongan yang Aku (Allah) akan menjadi lawan mereka pada Hari Kiamat nanti; seorang yang bersumpah dengan menyebut nama-Ku lalu berkhianat, seorang yang menjual seorang yang merdeka (bukan budak) lalu memakan hasilnya, dan seorang yang mempekerjakan seorang pekerja (lantas) ketika pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, orang itu tidak membayar upahnya.” (HR. Muslim: no 2114).
Berdasarkan dalil tersebut, jelas haram memperdagangkan orang apalagi bayi seperti yang terjadi pada masa sekarang, karena bayi pada masa sekarang hakikatnya adalah orang merdeka, bukan budak. Alasan apapun tak dapat membenarkannya, misalnya ibu si bayi sedang dililit kesulitan ekonomi, atau harga penjualan itu hanya untuk biaya persalinan dan sebagainya. Semuanya adalah alasan batil yang tidak ada nilainya sama sekali dalam pandangan syariah Islam.
Berdasarkan dalil tersebut, niat penjualan bayi yang telah dipertontonkan oleh sepasang suami istri di Makassar itu telah menunjukkan identifikasi cacatnya moral masyarakat modern yang sudah tidak menghargai lagi nilai-nilai kehidupan, dan semakin memperjelas betapa rusaknya nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sosial masyarakat kita saat ini.
0 Comments