Di kawasan hutan pegunungan Tokala, perbatasan Sulawesi Tengah terdapat suku pedalaman yang menghuni lebatnya kawasan hutan Morowali Sulawesi Tengah. Suku ini bernaman suku Wana atau Towana. Meski sudah mengenal kehidupan modern, mereka tetap hidup menyatu dengan alam liar turun temurun.
Suku Wana sering disebut juga dengan Tau Taa Wana yang berarti “orang yang tinggal di hutan”. Namun mereka juga suka menyebut diri sebagai Tau Taa, atau “orang Taa”. Suku Wana berbicara dalam bahasa Taa. Dilihat dari bahasa yang digunakan oleh Suku Wana ini, mereka memiliki kemiripan bahasa dengan Suku Taa yang berada di Kabupaten Luwuk Banggai dan Kabupaten Tojo Una-Una.
Suku Wana dianggap sebagai penduduk asli di kawasan Wana Bulang yang berada di wilayah kabupaten Morowali. Pemukimannya berada di kecamatan Mamosolato, Petasia, dan Soyojaya, dan tedapat juga di wilayah pedalaman di kabupaten Luwuk Banggai. Populasi suku Wana ini diperkirakan hanya 400 orang saja. Mereka hidup dengan hasil hutan, ladang berpindah dan berburu.
Pemukiman suku Wana berada di hutan pedalaman disebut “Lipu”. Mereka bermukim di beberapa Lipu, yaitu Lipu To Oewaju, To Kajumarangke, To Kajupoli, To Posangke, To Bulang, To Langada, To Untunue dan lain-lain.
Asal usul suku Wana, menurut penuturan masyarakat suku Wana, mengatakan bahwa dahulunya mereka berasal dari wilayah sebelah tenggara Teluk Bone. Sedangkan menurut dugaan para peneliti, suku Wana ini hadir di wilayah ini melalui gelombang migrasi sejak ribuan tahun sebelum masehi. Suku Wana atau suku To Wana ini termasuk suku tertua di Sulawesi. Sejarah yang ada di Sulawesi Tenggara mengutarakan bahwa suku Towana adalah termasuk salah satu suku pertama yang menghuni daratan Sulawesi, yang telah ada di Sulawesi sejak 8000 tahun yang lalu pada zaman Mezolithicum.
Versi lain menyebutkan bahwa dari struktur fisik, budaya dan bahasa, suku Wana termasuk dalam rumpun suku “Koro Toraja”, yang pada jalur migrasinya berawal dari muara antara Kalaena dan Malili, yang menyusuri sungai Kalaena dan terus ke utara melewati barisan pegunungan Tokolekaju dan sampai di bagian tenggara pesisir Danau Poso. Tidak merasa cocok di tempat ini, mereka melanjutkan perjalanan ke arah timur laut menyisir lereng gunung Kadata menuju dataran Walati, di lembah Masewa. Mereka terus bergerak ke arah timur menyusuri sungai Kuse melewati hulu sungai Bau, kemudian mereka ke arah timur dan berhenti di hulu sungai Bongka (Kaju Marangka). Di tempat baru ini lah mereka akhirnya menetap dan membangun pemukiman, dan terbentuklah komunitas suku Tau Taa Wana.
A.C Kryut, seorang peneliti dari Belanda, dalam artikelnya yang berjudul “De To Wana op Oost-Celebes” (1930), menyebutkan sebagian imigran tersebut menyebar dan menjadi 4 kelompok suku yang memiliki dialek bahasa yang berbeda, yaitu:
- Suku Burangas, berasal dari Luwuk dan bermukim di kawasan Lijo, Parangisi, Wumanggabino, Uepakatu, dan Salubiro;
- Suku Kasiala, berasal dari Tojo Pantai Teluk Tomini dan kemudian bermukim di Manyoe, Sea, sebagian di Wumanggabino, Uepakatu, dan Salubiro;
- Suku Posangke, berasal dari Poso dan berdiam di kawasan Kajupoli, Toronggo, Opo, Uemasi, Lemo, dan Salubiro;
- Suku Untunue, mendiami Ue Waju, Kajumarangka, Salubiro, dan Rompi. Kelompok suku ini sampai sekarang masih menutup diri dari pengaruh luar (Yayasan Sahabat Morowali, 1998).
Lihat foto-foto suku Wana : http://fotosulawesi.blogspot.co.id/2016/09/suku-wana-suku-pedalaman-hutan-morowali.html
sumber: protomalayans.blogspot.co.id/Foto: Marcus Lindenlaub
0 Comments