Sisemba : Tradisi saling Menendang dalam Masyarakat Toraja


Matahari pagi masih redup mengintip di antara pekat kabut yang menyelimuti pegunungan Tikala Kandeapi kabupaten Toraja Utara. Di saat udara masih sangat dingin, tampak ratusan orang berbondong-bondong jalan beriringan di tengah hamparan sawah yang baru saja usai di panen.

Kedatangan mereka bertujuan untuk menyaksikan sebuah perayaan tahunan panen raya yang dikenal dengan pesta Sisemba ', Sisemba adalah sebuah tradisi masyarakat Toraja yang unik dimana melibatkan orang banyak saling terjang dan menendang secara massal. Umumnya pesta rakyat Sisemba ini dihadiri ratusan orang yang datang dari berbagai desa di kawasan tersebut.

Di Tikala Kande Api kabupaten Toraja Utara, tradisi budaya Sisemba masih dilestarikan dengan baik terutama dalam merayakan panen raya.

Para wanita yang juga datang dengan membawa berbagai jenis makanan tradisi khas Toraja. Salah satu yang utama adalah nasi bambu atau Piong. Nasi bambu merupakan penganan utama dalam pesta-pesta besar masyarakat Toraja. Begitu pesta panen raya akan digelar, berbagai makanan khas menjadi wajib untuk disajikan, pertunjukan tari-tarian Toraja, serta tradisi menumbuk padi yang dikenal sebagai ma'lambuk. Semua keunikan tradisi tersebut menjadi serangkaian acara utama.

Puncak dari pesta panen yang paling ditunggu adalah Sisemba'. Sisemba' dalam bahasa Toraja berarti saling menendang. Prosesnya dilakukan oleh ratusan orang dalam sebuah lapangan terbuka. Uniknya, tradisi ini seolah berlangsung tanpa aturan dan terkesan brutal dimana orang saling menerjang dan menendang untuk menjatuhkan lawannya.

Sepanjang sejarah pertunjukan Sisemba, banyak orang yang sudah menderita luka dan patah tulang. Meski begitu, tradisi Sisemba masih terus memikat generasi-generasi selanjutnya.

Ketika Sisemba digelar, semua orang pasti datang dari berbagai daerah. Mereka berkumpul dan membentuk sendiri kelompoknya masing-masing. Tidak ada kegiatan pembuka yang macam-macam. Setelah aba-aba dari panitia, spontan semua orang langsung saling terjang. Bunyi pukulan pun terdengar di sana sini tanpa henti disertai dengan teriakan keras.

Tradisi sisemba mengandalkan kuda-kuda serta kekuatan kaki untuk masing-masing saling menjatuhkan lawan. Masing-masing peserta berpasangan dan berpegangan tangan untuk mendapatkan kekuatan terjangan. Mereka mencoba menjatuhkan lawan dari berbagai arah dan posisi bahkan saling memukul secara bersamaan.

Meski terkesan brutal, tradisi Sisemba memiliki aturan ketat yang tidak tertulis dan telah disepakati secara adat. Salah satu aturannya adalah ketika lawan sudah terjatuh di tanah, ia tidak bisa lagi diserang sampai ia kembali berdiri.

"Ketika saya kena tendangan, 100%, tubuh pasti sakit, tetapi tidak apa-apa, ini jelas merupakan risiko jika ikut acara Sisemba," kata Yohanis, salah satu peserta Sisemba‘.

Tradisi Sisemba merupakan tuntutan adat bagi masyarakat di kawasan Tikala. Tujuannya adalah meneguhkan hati yang memberi keyakinan untuk panen berlimpah di masa depan. Jika Sisemba tidak dilakukan, pesta panen berikutnya diyakini akan gagal. “Ini adalah bentuk rasa terima kasih kepada alam yang susah dilakukan sejak nenek moyang. Jika ma’semba ditiadakan, biasanya hasil panen padi berikutnya akan menurun ”kata Isaak Padang Sulle, tokoh masyarakat Kandeapi.

Para pemimpin masyarakat tradisional selalu turun campur tangan jika ada peserta Sisemba' yang dianggap melanggar aturan. Makanya, meski banyak peserta yang terluka, tetapi emosi mereka hanya sebatas dalam arena Sisemba'. Jika acara sudah berakhir, para peserta akan bubar tanpa membawa kebencian satu sama lain.

Budaya Sisemba' adalah bentuk tradisi di mana sportivitas ditegakkan secara nyata. Kekerasan dalam prosesnya adalah bentuk filsafat yang menunjukkan bagaimana manusia harus menghadapi hidup dengan keras, tetapi tetap harus berjalan sesuai dengan aturan.

(reporter: Yahya maulana / editor: Indra Mae / photo: letmeshowyouaround)

Post a Comment

0 Comments