KERJASAMA INDONESIA - JEPANG ATASI DEBRIS GUNUNG BAWAKARAENG

Masih tersimpan dalam catatan sebuah kisah duka dari sebuah bencana dahsyat longsornya gunung Bawakaraeng tahun 2004 silam. Beruntung tragedi murka alam yang membawa kerugian material hingga ratusan milyar tersebut tidak banyak merenggut korban jiwa. Tercatat hanya sekiranya 23 orang sahaja dari warga lereng gunung Bawakaraeng yang dinyatakan hilang saat bencana longsor terjadi. 

Dalam sebuah jurnal ilmiah yang dikeluarkan oleh peneliti di Jepang sekitar tahun 2010, disebutkan bahwa bencana longsor gunung Bawakaraeng dikategorikan sebagai bencana longsor terbesar abad 20. 

Berdasarkan hasil riset yang panjang, sebagian besar lereng runtuh/tanah longsor gunung Bawakaraeng dipicu oleh curah hujan ekstrim. Sejumlah peneliti mencoba untuk menentukan ambang batas curah hujan untuk bencana sedimen di Kaldera Bawakaraeng, dimana ambang batas ini didefinisikan sebagai tingkat di mana batas curah hujan (intensitas-durasi) akan menyebabkan tanah longsor atau aliran debris dapat terjadi.

Kondisi vegetasi gunung Bawakaraeng terdiri dari hutan alam dan hutan tanaman yang didominasi oleh jenis pinus merkusi. Morfologi Kaldera Bawakaraeng ditandai dengan lereng yang curam, tingkat pelapukan yang tinggi dengan aktivitas erosi seperti gerakan tanah dan tanah longsor. Geologi menunjukkan bahwa kaldera Bawakaraeng dihasilkan dari aktivitas gunung berapi pada periode Pleistosen.

Setelah dinding kaldera Gunung Bawakaraeng runtuh, pemerintah Indonesia bernegosiasi dengan pemerintah Jepang untuk mengendalikan dampak longsoran tersebut. Proyek yang diberi nama Urgent Disaster Reduction Project for Mountain Bawakaraeng (UDRPMB) ini mendapat pinjaman lunak (Soft loan) dari Jepang. 

Pengendalian pascalongsor ini sangat urgen dilakukan untuk menyelamatkan jiwa manusia dari ancaman aliran debris, khususnya pada musim hujan. Selain itu, pekerjaan pengendalian ini diharapkan mampu mengurangi sedimentasi yang  mengalir masuk ke Bendungan Bili-bili. Pemerintah Jepang menyambut positif tawaran Indonesia untuk bersama-sama mengatasi masalah tersebut.

(referensi : Sains Indonesia)

Post a Comment

0 Comments